KerjasamaASEAN di bidang sosial budaya mencakup banyak bidang kehidupan, sebagai contoh seperti dalam bidang pendidikan, kebudayaan, kemiskinan, ketenagakerjaan, perempuan, hingga pembangunan sosial dan lain sebagainya. Selain itu juga sebagai sarana untuk mengatasi masalah kependudukan di Asia Tenggara. Sebagai wujud nyata kerjasama sama ini

22 Juli 2020 Tren Ekowisata dalam Pengemasan Kegiatan Berwisata Melibatkan Masyarakat Lokal sebagai Key Players Beberapa dekade ini, pariwisata mulai diarahkan pada aktivitas-aktivitas yang menuntut keselarasan pada aspek yang lebih ramah terhadap lingkungan. Munculnya innovative travel company dan perusahaan akomodasi dari sekelas homestay sampai hotel berbintang sudah mulai menerapkan prinsip eco-friendly dibalut dengan isu-isu global yang semakin vokal. Berbicara kegiatan wisata, kebanyakan wisatawan sudah mulai digiring oleh para pelaku wisata melalui kegiatan yang lebih memberikan dampak positif pada lingkungan, ekonomi masyarakat lokal, dan edukasi budaya. Pun, kampanye sosial seperti travelenjoyrespect yang disiarkan oleh United Nation World Tourism Organization UNWTO sepertinya berhasil terdengar di tagar-tagar sosial media para traveler dunia. Selanjutnya, Newsweek Magazine 2010, memperkuat dengan pandangannya bahwa saat ini peralihan trend berwisata sudah semakin ditunjukkan dari adanya permintaan wisatawan untuk mendapatkan experience wisata yang lebih mengarah pada activity based, bukan lagi destination-based. Oleh karena itu, muncul berbagai potensi wisata baru atau yang sering disebut alternative tourism, salah satunya ekowisata. Sejatinya, definisi ekowisata sudah ada sejak tahun 1990 dipopulerkan oleh The International Ecotourism Society TIES. Menurut TIES 1990. Ekowisata adalah bentuk wisata yang bertanggung jawab pada area alam tanpa melupakan kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Memang tidak mudah menjadikan sebuah destinasi yang berbasis ekowisata karena peran besar sesungguhnya berada pada tingkat partisipasi masyarakat setempat. Departemen Pariwisata dan Kebudayaan dan WWF Indonesia 2009 menitikberatkan ekowisata yang sebaik-baiknya adalah peran aktif komunitas lokal secara mutlak. Selain itu, dampingan dan peran terpadu para stakeholders dari berbagai level seperti pemerintah, organisasi non-pemerintahan, akademisi, dan komunitas lokal juga merupakan kunci kesuksesan, meskipun bukan yang utama. Upaya Kesetaraan Gender dan Partisipasi Perempuan dalam Ekowisata Seperti yang telah dipahami, kunci keberhasilan pengembangan ekowisata adalah letak partisipasi masyarakatnya. Isu ini sejatinya juga mencuri perhatian dunia dilihat dari hasil riset UNWTO 2011 yang menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata berpeluang pada penurunan kemiskinan dan pengembangan masyarakat. Walaupun demikian, masih sedikit perhatian dunia yang diarahkan pada ketimpangan ekonomi dalam pariwisata di antara laki-laki dan perempuan, terkhusus pada negara berkembang. Disusul pada tahun 2015, isu ketimpangan gender ini menjadi perhatian kembali oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk mempromosikan kesetaraan gender sebagai salah satu agenda Sustainable Development Goals SDGs. Pada dasarnya, jika dilihat lebih dalam, pariwisata dapat membuka peluang bagi perempuan untuk berpartisipasi. Cattarinich 2001, dalam Manwa 2008 menjelaskan bahwa pariwisata dapat menjadi mesin untuk pembangunan ekonomi bagi negara berkembang, terutama di daerah yang tertinggal dan didominasi oleh masyarakat perempuan. Bila berbicara tentang bagaimana pemberdayaan perempuan dalam ekowisata, Scheyvens 2000 menyebutkan empat dimensi di mana perempuan dapat berdaya dilihat dari dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi psikologis, dan dimensi politik. Pertama, dimensi ekonomi, untuk mendukung pernyataan Cattarinich 2001, dalam Manwa 2008 sebelumnya, Scheyvens 2000 mengemukakan bahwa pentingnya akses kesetaraan gender dalam pembagian upah dari hasil ekowisata. Sebagaimana Monica 2018 menyebutkan dalam penelitiannya di Desa Ekowisata Pancoh, Sleman, Yogyakarta, perempuan memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengurusan homestay dan penjualan salak pondoh sebagai ranah usaha yang dapat mereka kelola. Penyediaan homestay rupanya juga merupakan sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan di Desa Bahoi, Minahasa Utara yang terlibat dalam ekowisata bahari Sondakh dkk., 2017. Kedua, dimensi sosial memberikan ruang perempuan pada integritas sosial yang merujuk pada komunitas-komunitas pengembangan ekowisata. Implementasi yang terjadi pada penelitian Sondakh dkk., 2017, masyarakat Desa Bahoi menyadari terdapat sebuah peran gender yang terbagi antara laki-laki dengan perempuan sehingga perempuan memiliki kelompok yang bersatu dalam pembuatan kerajinan tangan dan pengelolaan situs website. Hal ini juga terjadi pada perempuan di Kampung Wisata Tebing Tinggi Okura, Pekanbaru yang terlibat aktif dalam keanggotaan Kelompok Sadar Wisata. Ketiga adalah dimensi psikologi, perempuan dalam kegiatan ekowisata memiliki nilai-nilai budaya dan tradisi yang dapat mereka perkenalkan kepada wisatawan Andani, 2017. Selain berbentuk kelompok, Sondakh dkk., 2017 menunjukan bahwa perempuan di Desa Bahoi dapat memproduksi kerajinan tangan berupa anyaman berbentuk alas piring, gantungan kunci, dan kalung yang dapat meningkatkan eksistensi Desa Bahoi ke kota-kota lain, salah satunya adalah Kota Manado. Hal ini memberikan kebanggaan tersendiri bagi perempuan Desa Bahoi sebagai agen pelestari budaya yang mampu memperkenalkan oleh-oleh khas desanya. Terakhir, dimensi politik mempertimbangkan perempuan dapat berdaya dari adanya kegiatan ekowisata jika suara mereka dapat didengar dan menjadi arah pengembangan kebijakan pada komunitas. Peluang dan Tantangan Perempuan dalam Pariwisata Indonesia Apabila hanya melihat prinsip ekowisata menurut beberapa teori, pariwisata memang harus ramah terhadap partisipasi masyarakat lokal. Tentunya pula pada partisipasi perempuan. Tidak disangkal kalaupun pariwisata adalah sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para perempuan lokal. Pada tahun 2007, UNWTO memberikan sebuah awareness melalui kampanye di hari pariwisata sedunia bertajuk “Tourism Opening Doors For Women”. Melihat awareness tersebut, tentunya dunia sudah mengakui bahwa keterlibatan perempuan penting dalam hal kepariwisataan. Jika ditilik kembali dengan pentingnya keterlibatan perempuan dalam ekowisata, penelitian Deshingar 1994 dalam Scheyvens, 2000 bisa menjadi sebuah jawaban rasional. Dalam penelitiannya, ia menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekowisata telah membawa perempuan dalam upaya preservasi budaya dan lingkungan seperti penanaman pohon dan pengajaran budaya lokal pada wisatawan. Meskipun lingkup partisipasi perempuan masih banyak berada di sektor domestik daripada level decision making. Penelitian oleh Andani 2017 contohnya, perempuan di Kampung Tebing Okura terlibat pada Kelompok Sadar Wisata, namun, peran mereka masih berada pada posisi anggota dan seksi saja. Peran-peran inti masih ditujukan oleh dominannya posisi laki-laki. Selanjutnya, Wardoyo 2011, dalam Rahayu 2017 menunjukkan bahwa Desa Wisata Pentingsari, Sleman, Yogyakarta masih mendapati dominasi dari peran laki-laki yang terlibat dikarenakan kuatnya sistem patriarki di desa tersebut. Walaupun demikian, kegiatan memasak, membatik, dan urusan domestik lainnya masih banyak dilakukan oleh perempuan. Tidak hanya itu, Wilkinson dan Pratiwi 1995 rupanya sudah meneliti sejak lama bahwa terdapat sebuah polemik dari adanya kegiatan pariwisata bagi perempuan yang terlibat. Isu tersebut adalah beban ganda yang dirasakan oleh setiap perempuan, baik dalam mengurus rumah tangga maupun bekerja di sektor pariwisata. Efek dari beban ganda ini terlihat dari kondisi kesehatan perempuan yang menurun karena kelelahan setelah pulang bekerja Kousis, 1989 Beedle, 2011 dalam Monica 2018. Wilkinson dan Pratiwi 1995 melihat bahwa beban kerja perempuan meningkat dua kali lipat karena keterlibatan mereka dalam kegiatan pariwisata. Kendatipun, hal tersebut tidak lekang dari adanya stereotip gender yang selama ini memposisikan perempuan hanya di peran domestik sedangkan laki-laki berada di ranah publik dalam perencanaan pariwisata ramah lingkungan Pratiwi, 2017. Padahal, sudah cukup banyak penelitian yang secara umum membahas kinerja laki-laki dan perempuan dalam sektor kerja formal yang menguatkan bukti bahwa baik dari mereka sama-sama berkompeten Wachyuni, 2020. Buktinya, Wachyuni 2020 meneliti tentang kinerja pramusaji pada restoran ternama di Jakarta yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja antara laki-laki dan perempuan dalam segi keefektifan, keefisienan, kualitas, ketepatan waktu, dan produktivitas kerja. Kembali pada persentase keterlibatan perempuan di sektor pariwisata Indonesia, sebuah kabar yang dilaporkan dalam Global of Women in Tourism Report UNWTO 2019, sebanyak 55,07% tenaga kerja industri pariwisata adalah perempuan. Namun faktanya, terdapat kesenjangan upah bahwa perempuan hanya mendapatkan 30,07% lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Adanya wage gap tersebut, semakin kuat seharusnya aspirasi-aspirasi publik datang untuk menyuarakan ketidakadilan upah yang menimpa perempuan baik dalam sektor formal maupun informal di bidang pariwisata. Sehubungan dengan isu tersebut, secara umum, Rasyani dan Aruni 2016 mengemukakan bahwa kaum marjinal seperti perempuan jarang menduduki ranah politik di lembaga tinggi negara, partai politik, dan organisasi publik lainnya. Maka, mungkin bukan kabar yang mengherankan lagi bagi warga tanah air jika kebijakan-kebijakan negara cenderung tidak mengakomodir kebutuhan kepentingan perempuan, termasuk pada sektor pariwisata. Meskipun demikian, dukungan secara publik sesungguhnya bisa datang dari mana saja. Contohnya, perempuan Kabupaten Toraja Utara mendapatkan dukungan dari Bupati berupa bantuan promosi produk budaya asli Toraja, seperti kerajinan, kuliner, kesenian, dan fesyen. Menurut Bupati Toraja Utara, perempuan mampu mendongkrak sektor pariwisata dan ekonomi kreatif daerah. Tentunya, hal ini berkaitan dengan kepentingan politik dan kesadaran akan kesetaraan gender pada masing-masing daerah. Selain itu, peran lembaga swadaya masyarakat juga memberikan dampak yang signifikan pada kesadaran mengenai kesetaraan gender. Manwa 2008, dalam Moscardo 2008 menjelaskan bahwa langkah tersebut ditransformasikan oleh Non Governmental Organization NGO dari Belanda yang enggan memberikan bantuan dana jika perempuan tidak terlibat secara setara dalam projek batik di Jambi, Sumatera. Sehubungan dengan itu, Scheyvens 2000 mengungkapkan bahwa NGO berperan penting dalam mengedukasi masyarakat untuk segala isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Dengan adanya bahasan di atas, kesadaran mungkin sejatinya muncul dari penelitian-penelitian akademis terlebih dahulu. Kemudian, hal tersebut dapat ditindaklanjuti sebagai pesan yang digerakkan dalam bentuk practical, salah satunya adalah upaya kesetaraan gender dalam sektor pariwisata. Tidak dipungkiri, dukungan dan sinergi pemerintah diperlukan untuk menyokong kebijakan-kebijakan baru mengenai isu kesetaraan gender. Lebih lagi, ekowisata merupakan konsep bijak yang diterapkan di Indonesia agar pariwisata lebih ramah kepada lingkungan, tradisi dan budaya lokal, pemberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat berdasarkan Permendagri No. 33 Tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata daerah. Lalu, pentingkah kebijakan kesetaraan gender agar ekowisata lebih ramah juga terhadap kaum perempuan dalam sektor pariwisata Indonesia? Referensi Buku, Makalah, dan Tulisan Ilmiah Andani, F. 2017. Peran Perempuan dalam Kegiatan Pariwisata di Kampung Tebing, Okura, Pekanbaru. JOM FISIP, 1–11. Damanik, J dan Weber, H. J. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta Penerbit ANDI. Manwa, H. 2007. Enhancing Participation Women in Tourism. Dalam Giana Moscardo ed. Building Community Capacity for Tourism Development, London CABI. 116–122. Monica, A. R. 2018. “Sikap Warga Terhadap Partisipasi Perempuan Pemilik Usaha Pariwisata berdasarkan Pengukuran Women Owned and Operated Tourism Businesses WOOTB”. Skripsi. Yogyakarta Universitas Gadjah Mada. Pratiwi, dkk. 2017 “Disparitas Gender dalam Pembangunan Pariwisata Ramah Lingkungan”. Palastren, Vol. 10. 1–22. Rahayu, A. T. 2017. “Gambaran Tingkat Berdaya Perempuan Pada Sektor Pariwisata di Desa Wisata Pentingsari Berdasarkan Pengukuran RETS”. Skripsi. Yogyakarta Universitas Gadjah Mada. Rasyidin, A. F. 2016. “Keterwakilan Wanita dalam Politik”. Gender dan Politik, Lhokseumawe Unimal Press. Scheyvens, R. 2000. “Promoting Women’s Empowerment through Involvement in Ecotourism Experiences from the third world”. Journal of Sustainable Tourism, 235–249. Sondakh, S. K dkk. 2017. “Peranan Perempuan Pada Pengelola Ekowisata Bahari di Desa Bahoi, Likupang Barat, Minahasa Utara”. AKULTURASI, 781–790. Wachyuni, S. S. 2020. “Kinerja Pramusaji Berdasarkan Gender Studi Kasus di Restoran Amuz Gourmet Jakarta”. Media Wisata, Vol 18. 21–29. Wilkinson, dan Pratiwi, W. 1995. “Gender and Tourism in an Indonesian Village”. Annals of Tourism Research, Vol. 22. 283–297. WWF Indonesia dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2009. “Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat”. UNWTO. 2011. “Global Report on Women in Tourism, 2010”. UNWTO. 2019. “Global Report on Women in Tourism, 2019”. Laman pada 10 Mei 2020 pukul WIB.

Adapunbentuk-bentuk kerjasama ASEAN dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut. 1. Pembukaan pusat promosi ASEAN. Mendengar kata promosi, kita sering mengkaitkan dengan hal-hal yang menarik agar orang lain tertarik dengan apa yang sedang dipromosikan. Begitu juga ASEAN.
JAKARTA — Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno bersama Menteri Pariwisata Kerajaan Kamboja menandatangani nota kesepahaman untuk melanjutkan kerja sama di bidang pariwisata bagi kedua negara. Kerja sama tersebut dilakukan secara virtual dengan menandatangani Nota Kesepahaman yang dilakukan Sandi dengan Menteri Pariwisata Kerajaan Kamboja Dr Thong Khon di Jakarta dan Sihanoukville, Selasa 18/1/2022.“Saya mengapresiasi bahwa kerja sama bilateral antara Indonesia dan Kerajaan Kamboja semakin kuat. Ini juga menegaskan bahwa kedua negara berkomitmen untuk mempercepat pemulihan industri pariwisata untuk kesejahteraan rakyat,” kata Sandi melalui siaran pers, Selasa 18/1/2022.Nota Kesepahaman tersebut merupakan pembaruan Nota Kesepahaman bidang Pariwisata yang sebelumnya telah disepakati kedua negara pada 16 Maret 1999. Penandatanganan nota kesepahaman ini menunjukkan komitmen kedua negara dalam melanjutkan kerja sama serta mempererat tali persahabatan yang telah terjalin, khususnya di bidang pariwisata dan kesepahaman ini menitikberatkan pada bidang kerja sama yaitu kerja sama promosi dan pemasaran pariwisata, pengelolaan destinasi pariwisata, kerja sama sektor swasta, capacity building, MICE, serta kerja sama event dan telah menyiapkan peta jalan untuk rencana pemulihan pariwisata Indonesia secara keseluruhan. Persiapan telah dilakukan dengan cara yang ketat untuk memastikan keamanan pengunjung ketika kembali ke Indonesia."Oleh karena itu, dengan mengikuti Asean Tourism Forum [ATF] 2022, Indonesia yakin dapat mempertahankan posisinya sebagai top of mind bagi pembeli sebagai tujuan wisata kelas dunia," ujarnya. Penandatanganan MoU tersebut dilakukan dalam rangka 25th Meeting of Asean Tourism Ministers M-ATM yang diselenggarakan di Kingdom of Wonder, Kamboja. Peran kepemimpinan Asean Tourism Forum ATF akan diserahkan Kamboja kepada Indonesia mulai Januari 2022 hingga Januari 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor Amanda Kusumawardhani Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam
Padaumumnya, berbagai kesepakatan bersama yang telah dirumuskan erat kaitannya dengan deregulasi bidang kerjasama yang potensial, seperti dalam sektor pertanian (terutama perikanan dan perkebunan), sektor pariwisata, sektor ketenagakerjaan, dan sektor energi. Dalam kaitan dengan itu, melalui suatu kajian kelayakan yang telah dilakukan melalui
1. Aspek Aktivitas dan Fasilitas dalam pengembangan sebuah objek wisata dibutuhkan adanya fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut Bukart dan Medlik 1974;133, fasilitas bukanlah merupakan faktor utama yang dapat menstimulasi kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi ketiadaan fasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi wisata. Pada intinya, fungsi fasilitas haruslah bersifat melayani dan mempermudah kegiatan atau aktivitas pengunjung/wisatawan yang dilakukan dalam rangka mendapat pengalaman rekreasi. Di samping itu, fasilitas dapat pula menjadi daya tarik wisata apabila penyajiannya disertai dengan 33 keramahtamahan yang menyenangkan wisatawan, dimana keramahtamahan dapat mengangkat pemberian jasa menjadi suatu atraksi wisata. Bovy dan Lawson 1979;9 menyebutkan bahwa fasilitas adalah atraksi buatan manusia yang berbeda dari daya tarik wisata yang lebih cenderung berupa sumber daya. 2. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya dalam analisa sosial ekonomi membahas mengenai mata pencaharian penduduk, komposisi penduduk, angkatan kerja, latar belakang pendidikan masyarakat sekitar, dan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah. Hal ini perlu dipertimbangkan karena dapat menjadi suatu tolak ukur mengenai apakah posisi pariwisata menjadi sektor unggulan dalam suatu wilayah tertentu ataukah suatu sektor yang kurang menguntungkan dan kurang selaras dengan kondisi perekonomian yang ada. Selanjutnya adalah mengenai aspek sosial budaya, dimana aspek kebudayaan dapat diangkat sebagai suatu topik pada suatu kawasan. Dennis L. Foster menjelaskan mengenai Pengaruh Kebudayaan cultural influences sebagai berikut “Para pelaku perjalanan tidak membuat keputusan hanya berdasarkan pada informasi pemrosesan dan pengevaluasian. Mereka juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, masyarakat, dan gaya hidupnya. Kebudayaan itu cenderung seperti pakaian tradisional dan kepercayaan pada suatu masyarakat, religi, atau kelompok etnik ethnic group”. 34 Potensi dan Kendala Pengembangan Pariwisata Adapun kendala-kendala yang akan dihadapi dalam pengembangan pariwisata, antara lain adalah 1 Rendahnya mutu pelayanan dari para penyelenggara pariwisata, persaingan yang tidak sehat di antara para penyelenggara pariwisata serta kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pelindungan konsumen yang sangat ditekankan. 2 Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan pariwisata merupakan kendala. Sebab banyak rencana pengembangan yang gagal karena kurang mendapat dukungan dari masyarakat akibat rendahnya kesadaran tersebut. 3 Kurangnya modal dan rendahya sumberdaya manusia, terutama tenaga yang terampil dan profesional dalam hal manajerial di bidang pariwisata merupakan kendala yang seringkali muncul terutama pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia Suara Pembaruan, 5 Peb. 199910. Sumberdaya manusia merupakan komponen utama dan penentu, terutama dalam menjalan pekerjaan pada jajaran frontlinters, yakni mereka yang bertugas memberikan pelayanan langsung kapada para wisatawan Suara Karya, 25 Pebruari 19988. 4 Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang merupakan juga salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Dimana dukungan sarana dan prasarana merupakan faktor penting 35 untuk keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan pariwisata, seperti penyediaan akses, akomodasi, angkutan wisata, dan sarana prasarana pendukung lainnya. Masih banyak kawasan wisata yang sangat berpotensi tetapi masih belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hanya untuk kepentingan lokal saja, belum dapat. 5. Dampak Objek Wisata Tempat wisata tentu memilik dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Gee 198912 dalam bukunya yang berjudul “The Travel Industry”, mengatakan bahwa “as tourism grows and travelers increases, so does the potencial for both positive and negative impacts”. Gee mengatakan adanya dampak atau pengaruh yang positif maupun negatif karena adanya pengembangan pariwisata dan kujungan wisatawan yang meningkat. Masyarakat dalam lingkungan suatu objek wisata sangatlah penting karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat objek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola objek wisata dan memuaskan masyarakat yang memperlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Dampak pariwisata merupakan perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lingkungan hidup sebelum adanya kegiatan pariwisata dan setelah adanya kegiatan pariwisata baik langsung maupun tidak langsung yang berupa dampak fikis dan non fisik Pitana & Gayatri, 2015. Pariwisata 36 memberikan kontribusi di sektor akomodasi seperti hotel, rumah makan, dan perdagangan produk daerah seperti cinderamata atau oleh-oleh berupa pangan khas tradisional. Selain itu, para wisatawan juga membutuhkan konsumsi selama melakukan kegiatan wisata. Sehingga berdasarkan uraian diatas maka, dampak-dampak yang terjadi ketika pariwisata telah di buka untuk umum itu sangat berpengaruh kepada masyarakat sekitar ketika memberikan kontribusi atau sumbangsih yang bagus maupun kurang bagus. Pengertian Objek Wisata Objek wisata atau “Tourist Atracction” adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Dalam Ilmu Kepariwisataan, Objek Wisata merupakan segala yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5, Objek Wisata atau disebut Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yag merupakan keaneragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Wardiyanta 2006 memberikan penjelasan tentang yang dimaksud dengan objek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatwan dan dapat memberikan kepuasan pada wisatawan. Hal yang dimaksud berupa a. Berasal dari alam, misalnya pantai, pemandangan alam, pegunungan, hujan, dan lain-lain. 37 b. Merupakan hasil budaya, misalnya museum, candi, dan galeri. c. Merupakan kegiatan masyarakat keseharian, misalnya tarian, karnaval, dan lain-lain. Dari berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa objek wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan dan nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu. Dampak Pariwisata dalam Bidang Sosial dan Ekonomi Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat dalam ketersediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan penduduk, standar hidup serta adanya keterkaitan dengan sektor-sektor produktivitas. Di samping itu, pariwisata juga berpengaruh terhadap pendapatan bagi pemerintah dalam hal penarikan pajak Pendapatan Asli Daerah PAD pada pengelolaan pariwsata itu sendiri, sebagai dampak dari pengembangan dimana pajak diperoleh akan mampu memberikan manfaat pada pembangunan ke depan, guna menjadi sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah. Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objek yaitu masyarakat. Sedangkan dalam departemen sosial menunjukan pada kegiatan yang ditunjukan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan 38 sosial. Seperti yang dikatan oleh Rudi dan Samsul bahwa istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis beras ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Dalam penelitian ini yang dimaksud dampak sosial ekonomi adalah perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, yaitu masyarakat yang secara langsung terlibat atau terkena dampak dengan adanya objek Agrowisata Petik Jeruk seperti petani petik jeruk, karyawan objek wisata petik jeruk, petugas parkir, dan lainnya. Kesejahteraan Sosial Berkembangnya kesejahteraan sosial dapat dilihat dari keberhasilan sesuatu perencanaan sosial dalam masyarakat tertentu. Berhasilnya suatu perencanaan sosial akan membawa dampak yang sangat baik terhadap kesejahteraan sosial pada umumnya. Berhasilnya perencanaan sosial dapat dilihat dari digunakannya teknik-teknik baru yang semakin canggih bagi para perencana dan dipekerjakan sejumlah rencana baru. Kesejahteraan sosial adalah wujud pencapaian dari pembangunan sosial terlaksana secara kontinyu, maka tak ayal kesejahteraan sosial maka diperlukan adanya konsep perencanaan yang sangat strategis guna memudahkan ruang gerak setiap para 39 pekerja sosial nantinya dalam upaya membangun kesejahteraan sosial masyarakat Dian Conyers, 19814. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat diperlukan adanya upaya pemberdayaan masyarakat yang relevansi. Hal ini berguna untuk menyeimbangakan antara pembangunan masyarakat dengan kesejahteraan sosial yang akan dicapai nantinya. Memahami secara komprehensif serangkaian potensi dan kelemahan kawasan pedesaan seperti dikemukakan diatas, hendaknya diperlukan suatu upaya untuk memperdayakan masyarakat. Upaya pemberdayaan harus lebih bertumpu pada pengembangan potensi khusus yang dimiliki kawasan serta didukung oleh kerjasama sinergis dengan kekuatan ekonomi lainnya. Dengan demikian terwujud strategis pembagunan tidak lagi mementingkan pertumbuhan ekonomi tetapi seharusnya lebih mementingkan pemerataan kesempatan. Dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat relevan dengan kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial. Pendekatan ini menyadari pentingnnya kapasitas masyarakat untuk menigatkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan non material yang penting dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat menekankan pada pemberdayaan, yang memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembanguanan utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang dicapai oleh proses pembangunan Uphoff, 199718. 40 C. Kerangka Pikir Ada beberapa desa di Kecamatan Malang yang dimemiliki potensi sebagai desa wisata, salah satunya Desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang yang memiliki potensi agrowisata sehingga dapat dikembangkan dan dipasarkan sebagai desa wisata. Dalam pengembangan potensi desa wisata yang berbasis agrowisata ini sistem pelaksanaanya yang terpadu dan terkordinasi untuk pengembangan dalam bidang pariwisata sekaligus perkebunan, sehingga kaitannya dengan pelestarian lingkungan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Pengelolaan desa wisata antara kemitraan pemerintah dan swasta dalam proses pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu cara yang sangat strategis dalam penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik, dalam hal ini pihak pemerintah bertanggung jawab dan harus akuntabel bagi penyediaan jasa publik dan tetap menjaga kelangsungan kepentingan publik. Dalam pengembangan desa wisata, pemerintah sebagai regulator dan pendukung pelaksanaan pembangunan pariwisata. Dan swasta sebagai salah satu pelaku industri pariwisata yang mengembangkan atau melaksanakan pembangunan kegiatan pariwisata. Dalam strategi pengembangnnya penataan kebijakan serta manajemen daya tarik wisata dan produk pariwisata harus dikelola secara baik agar potensi yang ada di desa tersebut dapat dikembangkan secara maksimal. Sehingga bentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya pengembangan pariwisata menjadi dampak positif bagi keberlangsungan kehidupan ekonomi mereka. 41 Kawasan Wiasata Petik Jeruk memiliki potensi yang mengandung nilai sosial ekonomi yang berdampak pada pendapatan ekonomi serta berdampak sosial bagi keberlangsungan masyarakat yang berada dikawasan sekitar, serta berguna membantu masyarakat yang ada disekitar kawasan Wisata Petik Jeruk agar lebih menyadari pentingnya wisata tersebut bagi peningkatan perekonomian masyarakat lokal. Kerangak pikir dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar berikut Dampak Sosial 1. Pola pikir kreatif dari masyarakat 2. Perubahan cara berfikir dalam mengembangkan desa Dampak Ekonomi 1. Membuka lapangan pekerjaan 2. Membuka peluang usaha Bagaimana dampak sosial dan ekonomi objek Agrowisata Petik Jeruk terhadap masyarakat di Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang Apa saja kendala yang dihadapi dalam proses pengembangan Agrowisata Petik Jeruk untuk meningkatkan sosial ekonomi masyarakat di Desa Selorejo Dampak Sosial Ekonomi Pengembangan Destinasi Kawasan Agrowisata Petik Jeruk Pengembangan yang berbasis penambahan SDM serta perbaikan fasilitas sarana dan prasarana Bagaimana proses penyelengaraan destinasi kawasan objek Agrowisata Petik Jeruk di Desa Selorejo 42 Gambar Kerangka Berfikir Sumber Data yang telah dikelola peneliti 2019 BAB 3 METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian yang berjudul “Dampak Sosial Ekonomi Pengembangan Destinasi Kawasan Agrowisata Petik Jeruk” peneliti menggunakan jenis penelitian metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif sendiri memperoleh data dari hasil observasi dan wawancara. “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem Kajian Teori 1. Pariwisata 2. Pengertian Agrowisata 3. Pemerintah Daerah 4. Pengembangan 5. Dampak Objek Pariwisata Feedback/Solusi dari Peneliti Terdahulu 1. Peran dan dukungan masyarakat yang sangat penting. 2. Wisata yang dikelola secara bersama-sama masyarakat 3. Memberikan pelayan yang baik, seperti perawatan infrastruktur, sarana dan prasarana 4. Kerjasama dari peran Dinas Pariwisatadan Pihak Swasta 5. Pentingnya peran Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat 43 pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki Moh. Nasir, 199963” Menurut Denzin dan Lincoln 19948, kata kualitatif menyatakan penekanan pada proses dan makna yang tidak diuji, atau diukur dengan setepat-tepatnya, dalam istilah-istilah kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensi. Sedangkan Denzin & Lincoln dalam Ahmadi 201414 mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah multimetode dalam fokus, termasuk pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini berarti para peneliti kualitatif menstudi segala sesuatu dalam latar alamiahnya, berusaha untuk memahami atau menginterpensi fenomena dalam latar alamiyahnya, berusaha untuk memahami atau menginterpensi fenomena dalam hal makna-makna yang orang-orang berikan pada fenomena tersebut. Penelitian kualitatif mencakup penggunaan dan pengumpulan beragam material empiris yang digunakan-studi kasus, pegalaman personal, introspektif, kisah hidup, dan teks wawancara, observasi, sejarah, interaksional, dan teks visual- yang mendeskripsikan momen-momen rutin dan problematik serta makna dalam kehidupan individual. Secara garis besar, penelitian kualitatif memiliki tiga komponen utama sebagaimana yang dikemukakan oleh Strauss yang dikutip oleh Rulam Ahmadi 201416. 1. Ada data yang datang dari berbagai sumber. Wawancara dan Observasi merupakan sumber-sumber yang paling umum digunakan. 44 2. Dalam penelitian kualitatif terdiri atas prosedur-prosedur analisi atau interpretasi yang berbeda yang digunakan untuk sampai pada temuan atau teori. Prosedur-prosedur itu termasuk teknik-teknik untuk konseptualisasi data. Proses ini disebut “pengodean” coding, yang bermacam-macam karena pelatihan, pengalaman dan tujuan peneliti. Prosedur-prosedur lain juga merupakan bagian proses analisis. Hal ini mencakup sampling non-statistik, penulisan memo, dan pendiagraman hubungan-hubungan konseptual. 3. Laporan tertulis dan verbal. Hal ini bisa ditunjukkan dalam jurnal-jurnal atau konferensi ilmiah serta mengambil bentuk-bentuk yang beragam bergantung pada audiensi dan aspek temuan teori yang ditunjukkan. Misalnya, seseorang bisa memaparkan peninjauan luas overview seluruh temuan atau diskusi mendalam tentang satu bagian dari kajian. B. Fokus Penelitian Menentukan fokus memiliki dua tujuan utama. Pertama, fokus itu membangun batasan-batasan boundaries untuk studi. Fokus menetukan wilayah inkuiri. Kedua, fokus itu menetukan kriteria inklusi-eksklusi inclussion-exclussion criteria untuk informasi baru yang muncul Patton, 1980228. Dengan adanya kejelasan maupun kemampuan fokus dalam penelitian, akan mempermudah peneliti dalam mengambil keputusan tepat bagaimana memilih data yang akan dikumpulkan maupun data yang tidak diperlukan. 45 Dengan begitu fokus penelitian tidak akan terjebak dengan volume data yang terdapat di lapangan. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan dalam BAB I, maka terdapat fokus penelitian ini adalah 1. Memfokuskan bagaimana dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat di sekitar kawasan Agrowisata Petik Jeruk a. Dampak dalam bidang sosial - Perubahan pola berpikir masyarakat dalam mengembangankan desa wisata dengan cara yang lebih kreatif. b. Dampak dalam bidang ekonomi - Membuka lapangan pekerjaan, - Membuka peluang uaha, - Meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. 2. Memfokuskan bagaimana proses penyelenggaraan di kawasan Agrowisata Petik Jeruk a. Gambaran dari proses awal dibukanya Agrowisata Petik jeruk. 3. Memfokuskan kendala apa saja yang dihadapi selama proses pengembangan berlangsung a. Kurangnya sumber daya manusia SDM - Penambahan SDM dalam bidang tour guide. b. Kurangnya failitas sarana dan prasarana - Perbaikan dan pelebaran jalan kelokasi wisata petik jeruk, - Pembangunan kantor kerja, 46 - Perluaan area parkir bis atau elf dan kendaraan pribadi wisatawan. C. Lokasi dan Situs Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat atau letak dimana penelitian ini akan dilaksanakan, untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Upaya yang harus dilakukan dalam menentukan lokasi adalah kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan peneliti dalam lokasi penelitian nantinya. Lokasi penelitian merupakan tempat yang sebenarnya peneliti menangkap fenomena dari objek yang ditelitinya sehingga memperoleh data atau informasi yang diperlukan, sedangkan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti bisa menangkap keadaaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh data maupun informasi yang dibutuhkan. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Selorejo Kecamatan Dau, Kabupaten Malang sedangkan situs penelitiannya langsung terjun ke kebun serta ke masyarakat dan si pengelola atau ketua dari pendiri Agrowisata Petik Jeruk. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti mengambil tiga teknik, yaitu diantaranya 1. Wawancara interview adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara interviewer yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara interviewee yang 47 memberikan jawaban atas pertanyaan
DiIndonesia, sektor pariwisata mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi telah menciptakan trade-off seperti ketimpangan pendapatan, degradasi lingkungan, dan gangguan sosial. Kelimpahan sumber daya alam dan sumber daya lain dapat memicu kegiatan pariwisata.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pariwisata sosial merupakan suatu bentuk pendekatan pariwisata yang umumnya didukung oleh pemerintah guna memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak mampu untuk melakukan perjalanan wisata. Konsep ini bertujuan untuk memperluas aksesibilitas terhadap pengalaman wisata dan menyediakan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang sebelumnya terbatas dalam mengakses destinasi pariwisata sosial didasarkan pada konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam hal ini, bisnis dan industri pariwisata bertanggung jawab untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi komunitas yang dikunjungi. Dengan cara ini, pariwisata sosial dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan mengurangi kesenjangan satu tujuan utama dari pariwisata sosial adalah memberikan aksesibilitas yang lebih luas terhadap pariwisata bagi mereka yang kurang mampu secara finansial. Dalam banyak negara, program-program pariwisata sosial didirikan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak, kelompok masyarakat terpinggirkan, dan individu yang mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan perjalanan wisata. Pemerintah seringkali memainkan peran penting dalam mendukung dan mempromosikan pariwisata sosial. Mereka dapat memberikan dukungan keuangan, mendorong kerjasama antara sektor publik dan swasta, serta menciptakan kebijakan yang memfasilitasi pengembangan pariwisata sosial. Pemerintah juga dapat memfasilitasi aksesibilitas fisik dan infrastruktur yang diperlukan untuk melayani pengunjung dari berbagai latar belakang. Pariwisata sosial menawarkan berbagai kesempatan budaya dan rekreasi kepada berbagai kelompok masyarakat. Destinasi wisata yang terlibat dalam pariwisata sosial sering kali menyediakan program-program edukatif dan kegiatan yang melibatkan masyarakat setempat. Ini dapat mencakup kunjungan ke situs-situs budaya, pertunjukan seni tradisional, pelatihan keterampilan, dan partisipasi dalam kegiatan manfaat budaya, pariwisata sosial juga dapat memberikan manfaat ekonomi. Dengan adanya pengunjung yang datang ke daerah yang sebelumnya kurang berkembang, dapat meningkatkan pendapatan lokal dan menciptakan lapangan kerja baru. Ini dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah-daerah tertentu dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang dalam melaksanakan pariwisata sosial, penting untuk mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin timbul. Over-tourism, misalnya, dapat terjadi jika destinasi pariwisata sosial tidak diatur dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kemacetan lalu lintas, dan konflik sosial di antara masyarakat setempat. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Πуцէγըпе уռулаκυпр ናլθռቅφዌчեΟстеклеմ իդυշаկуፃиχ էሹотусвቨиτи ξቡሴеդаш иዪመгፖмէ
Ոጼутр чюጋ ескιቶуваրучи աξачΓθ ևвቃχ υቄοнан
Иዟуту νеդዙ ебрዒኻосΑвէрусуኢ աթукл աсуклуΦаቅጠκа асви всас
Οፂуреβер вሌሹИβሞзакуβօ рθ εγማрυдоሚСе углοпсаጻ ሙеኡ
Haltersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengecek sedini mungkin gejala yang mungkin masuk melalui jalur-jalur masuk Indonesia. Penanganan wabah Covid-19 saat ini menjadi prioritas dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan China. Hubungan diplomasi luar negeri kali ini adalah terkait dengan pengadaan vaksin.

Diplomacy is how to gain political or economic cooperation with other actors of international relations for any national interest purpose. In the modern era, diplomacy has their own form for specific matter and context of bilateral relations. Today's bilateral relations are cannot be defined to be just by state relationship with, but local government can become an actor by itself without the state. Paradiplomacy became a solution for inter-local cooperation after cold war era, and the evolution of paradiplomacy make the scope became wider in several sectors. It is just because the scope of this type of diplomacy is focussed on sub-state level and gives freedom to sub-states to determine their regional policies more freely. Paradiplomacy concept more specifically can be refers to sister-city, which means to become a powerful tool for capacity building, learning, economic, and social development in developing countries. Surabaya Indonesian and Busan South Korea are the example of paradiplomacy between developing state and developed state with local-regional focus. Tourism is one of the other sectors of cooperation between those states and have a spillover effect over culture exchange and also in society sector. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 Kerjasama Bilateral dalam Skema Sister City Surabaya Indonesia dan Busan Korea Selatan di Sektor Pariwisata Shinta Aya Safira1 1Department of IR, Class of G, UMY, Indonesia ABSTRACT Diplomacy is how to gain political or economic cooperation with other actors of international relations for any national interest purpose. In the modern era, diplomacy has their own form for specific matter and context of bilateral relations. Today's bilateral relations are cannot be defined to be just by state relationship with, but local government can become an actor by itself without the state. Paradiplomacy became a solution for inter-local cooperation after cold war era, and the evolution of paradiplomacy make the scope became wider in several sectors. It is just because the scope of this type of diplomacy is focussed on sub-state level and gives freedom to sub-states to determine their regional policies more freely. Paradiplomacy concept more specifically can be refers to sister-city, which means to become a powerful tool for capacity building, learning, economic, and social development in developing countries. Surabaya Indonesian and Busan South Korea are the example of paradiplomacy between developing state and developed state with local-regional focus. Tourism is one of the other sectors of cooperation between those states and have a spillover effect over culture exchange and also in society sector. Keywords Paradiplomacy, Sister-city, Sub-state, Tourism, Spillover Effect. 2 PENDAHULUAN Diplomasi merupakan langkah negara dalam mencapai kepentingannya melalui cara-cara diplomatis dengan mengutamakan prinsip damai tanpa konflik serta bersifat persuasif dalam interaksinya. Diplomasi memiliki fokus sendiri dalam hubungan inter-local govermental yakni paradiplomasi; yang dapat melibatkan aktor wilayah suatu negara untuk bekerjasama satu sama lain tanpa melalui birokrasi pusat. Aktor lokal atau wilayah seperti kota, kabupaten, atau provinsi dapat memiliki peran internasional melalui hubungan bilateral langsung. Umumnya interaksi tersebut dapat dilakukan oleh negara yang menganut sistem pemerintahan demokarasi atau federasi, dikarenakan adanya desentralisasi. Desentralisasi tentunya secara tidak langsung memberi kebebasan bagi sub-state untuk menentukan kebijakan daerahnya secara lebih leluasa. Paradiplomasi sendiri memiliki pemahaman yang lebih mendalam dalam kerjasamanya; dapat berupa studi banding terhadap kebijakan atau berbagai aspek ekonomi. Konsep yang selaras dengan paradiplomasi adalah sister-city, konsep tersebut mulai muncul pasca perang dingin dan merupakan bentuk keinginan dari masyarakat untuk menentukan tindakan pada tingkat lokal dengan menghilangkan batasan-batasan antar negara. Pada perkembangannya Villiers 2009 mengatakan “Sister city relationships have evolved from their beginnings as a facilitating instrument of international friendship and cultural exchange at the local level, to a powerful tool for capacity building, learning, and economic and social development in developing countries.” Franco & Marmelo, 2014 78 Sehingga tidak hanya terbatas pada kerjasama yang berfokus pada pertukaran budaya namun dapat lebih progresif ke arah perkembangan ekonomi sektoral dari sub-state, maka daerah tersebut tidak hanya dapat bergantung pada pemerintahan pusat sebagai elemen utama dalam pemenuhan kebutuhan yang terkadang terkendala panjangnya birokrasi. Tetapi pemerintah pusat tetap memiliki peran penting sebagai identitas utama untuk menjalin dan mengidentifikasi relasi negara dengan negara lain; sehingga jika antar negara memiliki hubungan kurang baik maka akan sangat kecil kemungkinan sub-state di dalamnya untuk saling menjalin kerjasama. Pembahasan ini menjadi penting bagi penting dikarenakan sektor paradiplomasi yang dilakukan oleh Surabaya beragam, mulai dari pendidikan, budaya, ekonomi, atau beberapa hal yang lain, namun sangat sedikit yang membahas mengenai kerjasama Surabaya di sektor pariwisata. ANALISIS  Hubungan Sister-City Surabaya dan Busan 3 Pada dasarnya, sesuai dengan asumsi pemikiran liberalisme yang berpendapat bahwa setiap entitas atau dalam konteks ini suatu negara melakukan kerjasama demi memenuhi segala kepentingan nasional negaranya sendiri Jackson & Sorensen, 2013 100. Tentu dalam prosesnya memerlukan cara-cara tersendiri untuk mendapatkan apa yang diinginkan suatu negara tersebut. Baik melalui diplomasi terhadap negara lain, hingga membentuk kerjasama yang bersifat jangka panjang dalam menjaga hubungan baik kedua negara. Diplomasi tentu saja hadir sebagai salah satu cara yang bisa dibilang cukup efektif dalam penggunaannya. Dengan berbagai macam aliran atau segmentasi terhadap tipe-tipe diplomasi yang ada, berbagai macam pula ekspektasi atas hasil yang akan diperoleh setelah melalui prosesnya. Menurut Dr. Takdir Ali Mukti 2020 dalam bukunya berpendapat bahwa paradiplomasi mengacu pada perilaku dan kapasitas untuk melakukan hubungan luar negeri dengan pihak asing yang dilakukan oleh entitas sub-state atau pemerintah regional,dalam rangka kepentingan mereka secara spesifik. Paradiplomasi adalah hal yang cukup kompleks, hadir dengan empat pembagian dasar yang dimulai dari promotion of interest and identity, designing new structures and selecting partners, hubungan intergovernmental, hingga pada titik implikasinya terhadap demokrasi, pertimbangan, dan juga representasi. Paradiplomasi juga erat kaitannya dengan negara yang menganut sistem federasi atau desentralisasi. Kerjasama Surabaya-Busan yang juga dikenal dengan sister-city ini adalah kerjasama secara internasional yang memiliki asumsi dasar sebagai kota kembar atau juga kesamaan karakteristik kota. Kerjasama dengan model sister-city ini juga pasti didasari oleh kemiripan yang ada seperti halnya sejarah ataupun yang lainnya. Kota Surabaya dengan Kota Busan memulai kerjasama pada 10 November tahun 1994 yang pada saat itu Surabaya dalam masa kepemimpinan Walikota Sunarto Sumoprawiro. Kedua kota sama-sama merupakan kota Metropolitan dengan posisi kedua terbesar di negara masing-masing. Selain itu, yang membuat semakin dikuatkan kerjasama ini terjalin adalah kedua kota ini merupakan kota pelabuhan, hal tersebut sudah jelas keberuntungan bagi Surabaya untuk bisa belajar lebih banyak dengan Busan dalam urusan pelabuhan mengingat Busan adalah kota pelabuhan yang terbesar ke-5 di Asia. Kerjasama yang dijalin berdasarkan MoU yang ditandatangani dalam Pasal 1 meliputi; 1 Pengembangan pelabuhan kedua kota, 2 Perdagangan dan pengembangan ekonomi, 3 Pendidikan, kebudayaan, pemuda, dan olahraga, 4 Lingkungan hidup dan pengelolaan kota, 5 Transportasi danpariwisata,6 Peningkatan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi, 7 Bidang-bidang lain yang akan disetujui oleh para pihak. Beberapa fakta yang menandakan masih berlangsungnya kerjasama ini dilansir dalam kanal berita oleh Aan Haryono di antaranya dalam bidang pendidikan kedua kota ini masih melakukan pertukaran pelajar tiap tahunnya, terhitung sekitar 15 ribu WNI yang ada di Busan terdiri dari 3 ribu di antaranya berasal dari Surabaya baik sebagai pelajar atau bekerja disana. Bahkan selain pelajar, Surabaya juga mengirimkan guru-guru untuk mengenyam pendidikan kembali di kota Busan. Tentu saja kerjasama ini dinilai cukup efektif dilakukan oleh kedua kota dan pastinya juga mendapatkan sisi positif yang tidak sedikit. Bagi Walikota Tri Rismaharini, kerjasama sister-city antara Surabaya dan Busan ini tak lagi 4 berupa kerjasama antar pemerintah tetapi hal ini seakan telah sangat melekat di hati warga Surabaya Haryono, 2019. Dalam sisi pariwisata sendiri juga demikian, tertulis pada laman resmi dispendukcapil Surabaya sebagai bentuk hadirnya Surabaya di Busan sudah terbangun ikon ternama kota Surabaya yakni patung Sura dan Buaya yang dibawa ke Busan oleh kepala Dispendukcapil Surabaya Moh. Suharto Wardoyo pada tahun 2014 bersamaan dengan diresmikannya nama jalan Surabaya di kota Busan. Hal ini dapat dinilai sebagai salah satu cara Pemkot Surabaya untuk mengenalkan kota Surabaya di Busan yang pada harapannya dapat memberikan pengaruh positif terhadap Surabaya seperti halnya meningkatnya tourism di Surabaya hingga peningkatan ekonomi Surabaya terhadap kepariwisataan ini Dispendukcapil, 2014. Meski sejak pergantian walikota hingga sampai pada kepemimpinan Walikota Tri Rismaharini, beberapa bidang kerjasama masih dijalankan dengan baik dan memberikan pengaruh positif kepada ketua kota. Dengan berbagai macam bentuk kerjasama sister-city antara kota Busan dan Surabaya ini tentunya dapat memberikan penjelasan sebagai bentuk Paradiplomasi dengan aktor substate sebagai bentuk sarana atau cara pemerintah Indonesia atau Korea Selatan dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Karena kembali kepada asumsi dasar liberalisme yang mengatakan bahwa setiap entitas atau dalam konteks ini suatu negara melakukan kerjasama demi memenuhi segala kepentingan nasional negaranya sendiri Jackson & Sorensen, 2013 100.  Manajemen Pariwisata Surabaya Sejatinya pariwisata merupakan sektor kerjasama yang dinilai cukup strategis dikarenakan perjanjian yang dilakukan tidak kompleks akan politik. Sektor tersebut juga memudahkan bagi aktor sub-state untuk menjalin kepentingan di kancah global dengan mengunggulkan sumber daya daerah atau lokal yang memiliki nilai tersendiri. Surabaya juga memiliki pengertian sendiri tentang pariwisata, menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 23 tahun 2012 bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah dan wisata sendiri menurut Surabaya adalah kegiatan perjalaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara, dan wisatawan adalah seseorang yang melakukan wisata Walikota Surabaya, 2012. Terkait dengan standardisasi kelayakan suatu pariwisata, Surabaya membuat kebijakan mengenai pariwisata yang terdapat di Surabaya, diwajibkan segala bentuk pariwisata yang berada di Surabaya untuk memperhatikan norma agama, kesopanan, adat istiadat, nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang terkait. Selain itu Surabaya juga mewajibkan para pengusaha yang ingin membuat pariwisata harus sesuai dengan pengertian Surabaya tentang pariwisata yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 23 Tahun 2012, Juga dijelaskan didalam peraturan daerah tersebut bahwa Walikota Surabaya memiliki kewenangan untuk menguji kelayakan setiap destinasi pariwisata yang sudah ada atau yang akan dibentuk. 5 Untuk memastikan segala destinasi tujuan Pariwisata yang ada di Surabaya, Surabaya membuat kebijakan dengan kewenangan tersebut, agar setiap pariwisata di Surabaya dapat dikelola lebih baik dan dapat dipromosikan juga dipastikan telah memenuhi kriteria sebagai destinasi tujuan pariwisata. Peraturan daerah terkait pariwisata ini ditujukan agar pembangunan kepariwisataan di kota Surabaya dapat dilaksanakan secara komprehensif dan sinergis dengan sektor lainnya, maka diperlukan suatu pengaturan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat menjadi pedoman dan arahan bagi Pemerintah Daerah, Dunia Usaha Pariwisata dan masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan kepariwisataan di kota Surabaya.  Pariwisata dan Kerjasama Lebih Lanjut Surabaya dan Busan merupakan kota dengan pariwisata yang cukup banyak dengan keunikan dari masing masing kota, Surabaya terkenal dengan salah satu jembatan Suramadu sebagai penghubung Surabaya dengan Madura yang tidak dipungut biaya sama sekali untuk melewati jembatan ini, lalu di beberapa bagian di Surabaya juga tidak terlepas dari pariwisata terdapat Surabaya North Quay Pelabuhan di Surabaya yang menjadi tempat melihat matahari tenggelam disertai keindahan pemandangan, juga terdapat kenjeran park pantai yang diubah menjadi taman bermain air, selain itu di Surabaya juga terdapat banyak taman di hampir setiap kawasan di Surabaya 2019. Surabaya juga terdapat banyak wisata sejarah melalui berbagai macam museum yang tersebar, misalnya saja; Museum Angkut yang mengedukasi tentang persenjataan dan beberapa kelengkapan penunjang tentara Angkatan Laut, Museum Sejarah perjuangan rakyat Surabaya dalam mengusir penjajah yang terabadikan di Tugu Pahlawan, atau Museum Bank Indonesia yang memberikan gambaran sejarah mengenai perkembangan mata uang Indonesia. Sementara di Busan terdapat berbagai destinasi pariwisata yang memiliki kesamaan dengan Surabaya dikarenakan letaknya di pesisir rupanya berpengaruh pada pariwisata yang ditawarkan. Beberapa wisata di dekat pesisir di antaranya; Pantai Heundae merupakan pantai yang sangat cocok untuk dikunjungi ketika musim panas tiba dengan pemandangan serta ditambah dengan fasilitas seperti aquarium dan restauran, Pulau Dongbaek dengan pemandangan bunga camelia dan pepehonan pinus, Pantai Gwangalli dengan pemandangan yang lanngsung mengarah pada jembatan Gwangalli, dan jalan setapak di pesisir bebatuan pantai. Tidak hanya di sekitar pesisirnya saja, wisata di daratan juga di antaranya; beberapa pasar seperti pasar Gukje dan Jagalchi, serta terdapat wisata sejarah melalui Kastil Beomeosa dan Gamcheon Culture Village. Di Busan juga terdapat Taman Yeongdusan yang terletak berdekatan dengan Menara Busan, di tempat tersebut sering diadakan berbagai festival atau program di setiap musimnyaBusan Tourism Organization, 2015. Bermodalkan kerjasama sister-city yang sebelumnya telah terjalin pada tahun 1994, Surabaya dan Busan semakin erat dalam menunjang kepentingan di sektor pariwisata antar kedua wilayah. Terkadang kerjasama yang dilakukan tidak bersifat langsung melainkan melalui perantara aspek-aspek pariwisata seperti infrastruktur, akses atau transportasi, dan promosi. Kerjasama di aspek-aspek tersebut secara tidak langsung memengaruhi sektor pariwisata 6 yang kemudian akan menunjang iklim pariwisata di antara sub-state yang telah menjalin kerjasama. Mengingat Surabaya dan Busan sudah tidak lagi dikategorikan sebagai daerah pedesaan melainkan sebagai kota metropolitan maka target dari turis lokal atau mancanegara akan ekspektasi yang diharapkan pasti berbeda. Jika dipedesaan banyak akan sumber daya alam yang masih alami dan beberapa pembangunan yang masih minim, maka baik Surabaya atau Busan tentu menyesuaikan perkembangan daerah yang sudah masif terhadap pembangunan dan pengelolaan pesisir. Kunjungan Tri Rismaharini ke Busan tentunya mendapatkan pengalaman baik secara tata kelola kota atau pembangunan infrastruktur yang memadai. Baik berupa bangunan atau beberapa sektor infrastruktur lainnya seperti transportasi massal sebagai akses publik atau kepentingan tertentu seperti pariwisata. Dalam praktiknya Busan tidak memberikan bentuk investasi langsung, namun akses bagi Walikota Tri Rismaharini tentunya berdampak pada pandangan visioner yang ingin diterapkan di Surabaya mengenai tata kelola transportasi. Lebih tepatnya hal tersebut merupakan bentuk dari studi banding antara pemerintah kota Surabaya mengenai pembangunan ekonomi yang sangat signifikan di Busan dan bagaimana Busan mencoba mempelajari pengembangan ruang terbuka hijau di Surabaya. Kemudian yang tidak kalah penting adalah promosi di antara keduanya; Surabaya tentunya memiliki keuntungan dengan adanya jalinan pertukaran tenaga pengajar atau pelajar yang secara tidak langsung dapat mempromosikan kota Surabaya. Hal tersebut juga akan berdampak baik bagi Busan dikarenakan pengalaman yang didapatkan oleh pengajar atau pelajar dapat menjadi pembicaraan di lingkungan masing-masing. Ditambah lagi pemerintah Surabaya dinilai rutin dalam mengirimkan pelajar dan anak-anak untuk penampilan seni di Busan Humas Surabaya, 2019. Maka diharapkan untuk kerjasama selanjutnya pemerintah Surabaya dan Busan dapat mewujudkan hubungan yang lebih progresif di bidang pariwisata terutama pengembangan sektor maritim yang dinilai menjadi nilai penting bagi dua wilayah yang notabane-nya terletak di daerah pesisir.  Efek Spillover Pariwisata merupakan kebijakan yang bersifat multisektor yang berarti dapat berpengaruh bagi banyak sektor pengembangan di suatu daerah. Dampak tersebut di antara lain adalah bagaimana kerjasama yang terus-menerus akan membentuk tradisi diplomatis antar substate yang terlibat, kemudian akan memicu kerjasama di banyak sektor yang lebih komprehensif. Beberapa dampak yang kemudian akan berpengaruh bagi aktor paradiplomasi khususnya Surabaya adalah; 1 Image, kota tersebut secara tidak langsung telah menjadi aktor internasional dengan identitas sub-state yang keberadaannya telah memiliki panggung tersendiri dan tentunya akan lebih mudah dikenal secara global. 2 Ekonomi, secara signifikan perekonomian daerah akan meningkat seiring bertambahnya jumlah turis mancanegara dan tidak menutup kemungkinan bahwasannya perekonomian melalui produk UMKM Usaha Mikro Kecil Menengah juga akan meningkat. 3 SosialBudaya, hubungan diplomatis sub-state tidak akan pernah melepaskan identitas wilayah sebagai sarana diplomasi dan, penambahan turis asing juga akan berpengaruh dikarenakan semakin membuka potensi interaksi antar masyarakatnya. 4 Politik, tentunya kerjasama yang terjalin 7 antar kedua aktor tidak dapat dilepaskan dari tujuan politis masing-masing kota dan hal ini akan memicu aktor sub-state untuk sadar akan politik serta pada akhirnya akan membentuk kerjasama dengan aktor sub-state yang lain. KESIMPULAN Sejatinya paradiplomasi merupakan interaksi antar sub-state dengan orientasi yang sangat berfokus pada pengembangan sektor ekonomi dan pengembangan wilayah. Dalam konteks hubungan Surabaya dan Busan dapat diidentifikasi bahwa telah menerapkan konsep Layer 1 dan Layer 2; Layer 1 Paradiplomasi dalam konteks permasalahan ekonomi dengan tujuan untuk membangun kehadiran dalam konteks internasional agar dapat memikat investasi asing, perusahaan asing ke daerah tersebut, dan target pasar untuk ekspor. Dalam hal ini, paradiplomasi hanya berfokus pada ekonomi global. Layer 2 Paradiplomasi dengan melibatkan unsur kerjasama budaya, pendidikan, teknologi, dan bidang lainnya. Cakupan paradiplomasi dalam konteks ini dinilai cukup luas dan tidak hanya berfokus dari segi keuntungan ekonomi saja Lecours, 2008 2-3. Kerjasama tersebut sejatinya sangat berkembang pesat di era kepemimpinan Tri Rismaharini karena berbagai macam kerjasama sangat berkembang pesat terutama di bidang budaya dan pendidikan. Namun pariwisata juga tidak menutup kemungkinan dijadikan modal kerjasama paradiplomasi, dilansir dari bahwasannya pada tahun 2018 Surabaya mendapatkan penghargaan Yokatta Wonderful Indonesia Tourism Awards mengalahkan kota Bandung dan Denpasar Nariswari, 2018. Namun dalam praktiknya Surabaya dan Busan dinilai kurang progresif di dalam sektor pariwisata, beberapa hal tersebut dikarenakan pertemuan yang dilakukan beberapa kali sangat berorientasi terhadap ekonomi yang merupakan komponen layer 1. Implementasi yang dilakukan juga masih berbentuk semacam studi banding dan promosi yang bersifat tidak langsung seperti pembangunan beberapa ikon di Busan, pertukaran pelajar, atau kegiatan rutin dalam memperingati hubungan kedua belah pihak. Maka dari itu Surabaya harus lebih progresif dalam menghimpun beberapa hal yang menunjang pariwisata daerah dan mendiskusikan secara komprehensif dengan pemerintah Busan. Selain itu diskusi mengenai respon terhadap permasalahan-permasalahan yang tidak terduga juga perlu untuk dijadikan agenda tahunan, mengingat bagaimana sekarang terdapat wabah Covid-19 yang tentu akan memengaruhi kerjasama di antara keduanya. Mengingat Surabaya merupakan kota di dalam negara berkembang paradiplomasi diharapkan untuk dapat menciptakan masyarakat industri ke depannya sehingga nantinya akan menguntungkan bagi regional dalam negara berkembang melalui transborder relations. 8 REFERENSI Busan Tourism Organization. 2015. Busan Tour Guide 11 Hot Places “Must-Visit” In Busan. Edisi 1. 1-26. Dispendukcapil. 2014. Jelang 20 Tahun Sister-city Surabaya-Busan. Diakses pada 16 Desember 2021, dari Franco & Marmelo. 2014. Sister-City Relationships as A Form of Inter-Organizational Cooperation Exploratory Case Studies in The Portuguese Context. Transylvanian Review of Administrative Sciences. No. 41E, 75-89 Haryono, A. 2019. Sudah 25 Tahun Sister-city Bersama Busan, Apa Yang Didapat Surabaya?. Diakses Pada 16 Desember 2021, dari Jackson, R., & Sorensen, G. 2013. Introduction to International Relations Theories and Approaches. Oxford Oxford University Press. Lecours, Andre. 2008. Political Issues of Paradiplomacy Lessons from the Developed World. Netherlands Institute of International, 1-15. Nariswari, Rita. 2018. Surabaya Dinobatkan Jadi Kota Terbaik untuk Pengembangan Pariwisata. Diakses pada 16 Desember 2021, dari Pemerintah Kota Surabaya-Busan. 1994. Memorandum Saling Pengertian Antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Provinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Timur, Republik Indonesia dan Pemerintah Kota Pusan, Republik Korea Mengenai Kerjasama Kota Bersaudara. Ditandatangani pada bulan November, Surabaya 10 dan Pusan/Busan 20. Rinanda, Meilisa H. 2019. Wow! Ada Jalan Surabaya di Kota Busan, Korea Selatan. Diaksespada 25 Maret 2020, dari Walikota Surabaya. 2012. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 23. Surabaya ResearchGate has not been able to resolve any citations for this SørensenJørgen MøllerRobert JacksonIntroduction to International Relations provides a concise introduction to the principal international relations theories and approaches, and explores how theory can be used to analyse contemporary issues. Throughout the text, the chapters encourage readers to consider the strengths and weaknesses of the theories presented, and the major points of contention between them. In so doing, the text helps the reader to build a clear understanding of how major theoretical debates link up with each other, and how the structure of the discipline of international relations is established. The book places a strong emphasis throughout on the relationship between theory and practice, carefully explaining how theories organize and shape our view of the world. It also shows how a historical perspective can often refine theories and provide a frame of reference for contemporary problems of international relations. Topics include realism, liberalism, International Society, International Political Economy, social constructivism, post-positivism in international relations, major issues in IPE and IR, foreign policy, and world order. Each chapter ends by discussing how different theories have attempted to integrate or combine international and domfactors in their explanatory frameworks. The final part of the book is dedicated to major global issues and how theory can be used as a tool to analyse and interpret these issues. The text is accompanied by online resources, which include short case studies, review questions, annotated web links, and a flashcard Tour Guide 11 Hot Places "Must-VisitBusan Tourism Organization. 2015. Busan Tour Guide 11 Hot Places "Must-Visit" In Busan. Edisi 1. 25 Tahun Sister-city Bersama Busan, Apa Yang Didapat SurabayaA HaryonoHaryono, A. 2019. Sudah 25 Tahun Sister-city Bersama Busan, Apa Yang Didapat Surabaya?. Diakses Pada 16 Desember 2021, dari Issues of Paradiplomacy Lessons from the Developed WorldAndre LecoursLecours, Andre. 2008. Political Issues of Paradiplomacy Lessons from the Developed World. Netherlands Institute of International, Dinobatkan Jadi Kota Terbaik untuk Pengembangan Pariwisata. Diakses pada 16 DesemberRita NariswariNariswari, Rita. 2018. Surabaya Dinobatkan Jadi Kota Terbaik untuk Pengembangan Pariwisata. Diakses pada 16 Desember 2021, dari Saling Pengertian Antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II SurabayaPemerintah Kota Surabaya-BusanPemerintah Kota Surabaya-Busan. 1994. Memorandum Saling Pengertian Antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, Provinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Timur, Republik Indonesia dan Pemerintah Kota Pusan, Republik Korea Mengenai Kerjasama Kota Bersaudara. Ditandatangani pada bulan November, Surabaya 10 dan Pusan/Busan 20.Peraturan Daerah Kota Surabaya No 23Walikota SurabayaWalikota Surabaya. 2012. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 23. Surabaya

Beberapacontoh konkrit dari adanya kerjasama antara negara-negara ASEAN dalam bidang sosial budaya adalah sebagai berikut : Penanganan narkoba dan solusinya Penanggulanan dampak bencana alam Perlindungan terhadap difabel Acara-acara yang diadakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial Pertukaran pelajar antar negara-negara ASEAN JAKARTA, ITN- Negara-negara anggota ASEAN menyepakati tujuh upaya kerja sama di bidang pariwisata sebagai langkah mitigasi terhadap sektor yang dianggap paling terpukul paling dalam akibat pandemi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo mewakili Indonesia dalam pertemuan para menteri pariwisata negara-negara ASEAN dalam “Special Meeting of the ASEAN Tourism Ministers M-ATM on Coronavirus Disease 2019 COVID-19” pada Rabu malam 29/4/2020.“Kerja sama yang kuat dibutuhkan dalam upaya menangani bersama dampak COVID-19 dalam sektor pariwisata di kawasan ASEAN. Saatnya kita semua para anggota ASEAN untuk bersama. Dengan bersama kita bisa kuat,” kata tersebut menghasilkan joint statement yang memuat tujuh point hasil kesepakatan bersama seluruh menteri pariwisata dari negara-negara ASEAN untuk memperkuat kerja sama pariwisata, salah satu sektor ekonomi yang paling terpukul dalam para menteri sepakat untuk membina koordinasi ASEAN dalam mempercepat pertukaran informasi tentang perjalanan, terutama terkait standar kesehatan dan langkah-langkah lain yang diperlukan negara-negara anggota ASEAN dalam mengendalikan penyebaran wabah COVID-19 melalui peningkatan operasi Tim Komunikasi Krisis Pariwisata ASEAN ATCCT.Kedua, mengintensifkan kolaborasi Organisasi Pariwisata Nasional NTOs ASEAN dengan sektor-sektor ASEAN lain yang relevan, terutama di bidang kesehatan, informasi, transportasi, dan imigrasi serta dengan mitra eksternal ASEAN, untuk bersama-sama mengimplementasikan langkah-langkah yang komprehensif, transparan dan respons yang cepat dalam mitigasi dan mengurangi dampak COVID-19 serta krisis lain di masa para menteri juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama yang lebih erat dalam berbagi informasi dan praktik terbaik di antara negara-negara anggota ASEAN serta dengan mitra dialog ASEAN dalam mendukung sektor kerja sama ini juga mencakup penerapan kebijakan dan langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan kepercayaan antara pengunjung domestik dan internasional ke Asia Tenggara, termasuk pengembangan standar dan pedoman dalam meningkatkan faktor keamanan dan kesehatan guna melindungi para pekerja dan masyarakat di industri perhotelan dan industri lainnya terkait para menteri pariwisata juga sepakat untuk mendukung pengembangan dan implementasi rencana pemulihan krisis pasca COVID-19 serta membangun kemampuan pariwisata ASEAN serta upaya promosi dan pemasaran pariwisata bersama dengan tujuan memajukan ASEAN sebagai single tourism para menteri sepakat untuk mempercepat penerapan kebijakan mikro dan makro ekonomi, memberikan dukungan teknis dan stimulus keuangan, pengurangan pajak, peningkatan kapasitas dan kemampuan, terutama keterampilan digital bagi para stakeholder industri perjalanan dan mempercepat kerja sama dengan mitra dialog ASEAN, organisasi internasional dan industri yang relevan untuk membangun Asia Tenggara yang tangguh dan siap untuk secara efektif menerapkan dan mengelola pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif setelah Angela Indonesia berkomitmen bersama seluruh negara anggota ASEAN untuk mendorong visi bersama melakukan mitigasi dan pemulihan sektor pariwisata, baik selama maupun usai pandemi COVID-19.“Beberapa studi menyatakan sedikitnya butuh waktu lima tahun bagi sektor pariwisata untuk kembali normal dari COVID-19. Tapi saya percaya ASEAN bisa lebih baik dari itu, pariwisata di regional kita akan pulih lebih cepat namun dengan satu kondisi kita harus perkuat kerja sama dan kolaborasi,” ungkap anggota ASEAN melaporkan kinerja pariwisata yang menurun sekitar 36 persen pada kuartal pertama 2020, dibandingkan periode yang sama di tahun 2018 dan kedatangan wisatawan internasional tercatat menurun sekitar 34 persen, dan tingkat hunian kamar hotel saat ini berada pada titik terendah dan banyak terjadi pembatalan dalam industri tur dan anggota ASEAN pun kini telah merevisi atau sedang melakukan mengoreksi target mereka dalam jumlah kunjungan wisatawan internasional dan penerimaan dari sektor pariwisata. Kerjasama ASEAN dalam bidang perdagangan ini tidak hanya berlaku untuk produk berupa komoditas atau barang saja. Produk jasa pun diberlakukan pula, dengan varian yang cukup bervariasi. Sebut saja produk jasa berupa telekomunikasi dan transportasi, keuangan, serta pariwisata, semuanya dapat diakomodir oleh AFTA. 4.
– Salah satu tujuan dibentuknya Association of southeast asian nations adalah menyejahterakan wilayah Asia Tenggara melalui kerja sama di berbagai bidang. Salah satunya adalah kerja sama di bidang sosial. Association of southeast asian nations Asean adalah organisasi perkumpulan negara-negara di Asia Tenggara yang beranggotakan ten negara. Komite Pengembangan Sosial Comitte on Social Develpoment atau COSD adalah komite Asean yang bertugas melaksanakan kerja sama dalam bidang sosial dan budaya. Berikut contoh-contoh kerja sama Asean dalam bidang sosial Pertemuan Tingkat Menteri Association of southeast asian nations tentang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan Association of southeast asian nations Ministerial Coming together on Rural Evolution and Poverty Eradication atau AMMRDPE Pertemuan Tingkat Menteri Association of southeast asian nations tentang Perempuan ASEAN Ministerial Meeting on Women atau AMMW Pertemuan Para Menteri Association of southeast asian nations tentang Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan ASEAN Ministers Meeting on Social Welfare and Development atau AMMSDW Pertemuan Menteri Kesehatan Association of southeast asian nations Asean Health Ministers Meeting atau AHMM Programme Kerjasama Ekonomi Asean Australia Asean Australia Economic Cooperation Program atau AAECP Perjanjian Perdagangan Bebas Association of southeast asian nations-Australia-Selandia Baru ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement atau AANZFTA Rencana Aksi Ha Noi Ha Noi Plan of Action atau HPA Manajemen Kesehatan Hewan dan Tumbuhan Animal and Plant Wellness Management Konferensi Asean tentang Masalah Kepegawaian ASEAN Conference on Civil Service Matters atau ACCSM Pertemuan Tingkat Menteri Association of southeast asian nations tentang Sains dan Teknologi ASEAN Ministerial Meeting on Science and Technology atau AMMST Perjanjian Asean tentang Penanggulangan Bencana dan Tanggap Darurat ASEAN Understanding on Disaster Management and Emergency Response atau AADMER Forum Asean Become-NGO untuk Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan Peta Jalan ASEAN untuk Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Keterlibatan Pemangku Kepentingan Kerja sama dengan Organisasi Masyarakat Sipil Pembangunan Sosial dan Ekonomi Asean menekankan kesejahteraan golongan berpendapatan rendah, upah yang wajar, dan perluasan lapangan kerja. Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN tentang Pembangunan Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and Poverty Eradication atau AMMRDPE dibentuk untuk pembangunan pedesaan dan pemberantasan kemiskinan. Baca juga Pengaruh Teknologi Komunikasi Terhadap Perubahan Ruang di ASEAN Pengembangan Sumber Daya Manusia Upaya pengembangan sumber daya manusia atau SDM dilakukan dengan kerja sama di bidang pendidikan. Upaya pengembangan SDM bertujuan meningkatkan kualitas SDM sehingga memiliki daya saing di tingkat regional maupun internasional. Peningkatan Kesejahteraan Association of southeast asian nations membentuk Pertemuan Para Menteri Association of southeast asian nations tentang Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan Association of southeast asian nations Ministers Meeting on Social Welfare and Development atau AMMSDW. AMMSDW bertujuan untuk menangani masalah kesejahteraan sosial. Kerja sama ini fokus pada program kesejahteraan sosial melalui pemenuhan hak atau akses yang sama pada perempuan, anak, lansia, dan penyandang disabilitas. Program Peningkatan Kesehatan Pertemuan Menteri Kesehatan Asean Asean Health Ministers Coming together atau AHMM dibentuk sebagai forum pertemuan tingkat menteri kesehatan Asean untuk meningkatkan kerja sama ASEAN di bidang kesehatan. Kerja sama dalam peningkatan kesehatan meliputi tiga elemen utama yaitu keamanan makanan, pemajuan gaya hidup sehat, dan penanggulangan penyakit menular. Referensi Koesrianti. 2014. Clan of Due south East Asian Nations Association of southeast asian nations Sejarah Konstitusi dan Integrasi Kawasan. Surabaya Airlangga Academy Press Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram “ News Update”, caranya klik link kemudian bring together. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
\n\n \n kerjasama di bidang sosial pada sektor pariwisata ditunjukkan dengan adanya
.
  • wjll7zbvdy.pages.dev/100
  • wjll7zbvdy.pages.dev/255
  • wjll7zbvdy.pages.dev/291
  • wjll7zbvdy.pages.dev/190
  • wjll7zbvdy.pages.dev/242
  • wjll7zbvdy.pages.dev/140
  • wjll7zbvdy.pages.dev/207
  • wjll7zbvdy.pages.dev/200
  • wjll7zbvdy.pages.dev/123
  • kerjasama di bidang sosial pada sektor pariwisata ditunjukkan dengan adanya